UN pun dimulai, aku sangat siap dan sedikit takut dalam benakku. Saat jam UN berjalan hampir setengahnya, tiba-tiba Bagas bertanya kepadaku dengan bahasa isyaratnya.
“Sstt.. 25.. 25.. ” katanya tanpa bersuara.
“Apasih?Gak jelas!” teriakku.
“Ish, jangan berisik. NOMOR 25!” katanya.
“Belum.” Jawabku terakhir.
Aku pun melanjutkan mengerjakan soal IPA tersebut. Bagas lagi-lagi bertanya padaku, ia menanyakan pertanyaan yang sama dan kujawab dengan jawaban yang sama pula. Namun, Bagas merasa tidak percaya. Sehingga diamengancamku akan memberi tahu perasaanku sebenarnya pada Fandy. Awalnya aku berpikir Bagas tidak berani, namun tak kusangka ternyata Bagas benar-benar memberitahu kepada Fandy tentang perasaanku. Aku sangat kaget dan kesal melihat kejadian itu. Bagas tidak bisa menjaga rahasia yang telah kupercayakan padanya.
Aku tidak tahu apa yang selanjutnya akan terjadi. Aku sangat takut kalau sampai teman-temanku tahu. Pasti aku akan dicuekin oleh mereka semua dan aku hanya bisa berteman dengan satu sahabatku, Icha. Dia salah satu sahabatku yang paling setia, setelah satu sahabatku yang pergi. Dia meninggalkanku tanpa sebab yang pasti.
Saat aku ingin pergi ke kantin, tak sengaja aku bertemu dengan Rina. Rina adalah salah satu temanku yang juga menyukai Fandy. Ia tampak kesal dan marah kepadaku. Raut wajahnya menjelaskan tentang itu. Tergambar jelas sekali bahwa ia tidak suka jika aku menyukai Fandy. Aku hanya diam, melihat tatapannya yang sinis.
Setelah aku kembali ke kelas, tiba-tiba Rina dan teman-temannya datang ke arahku dan memarahiku. Ia juga mengancamku dan sahabatku. Ia memarahisahabatku dan mengatakan bahwa ia tidak boleh lagi berteman denganku. Ia membentakku dengan kata-kata kasar.
“Eh, lo sadar dong! Lo itu gendut. Gak pantes suka sama Fandy!” kata Santi teman Rina.
“Loh, emang apa salah aku? Kok kamu marah?” jawabku polos.
“Lo itu gak pantes suka sama Fandy!” bentak Rina.
“Kan aku Cuma suka sama dia, emang salah? Lagi pula Fandy bukan siapa-siapanya kamu kan?” jawab ku dengan tegas.
Mereka pun terdiam mendengar ucapanku. Santi adalah orang yang telah merebut sahabatku dariku, dia juga yang telah membuatku sangat kesal hari ini. Lagi pula aku Cuma suka sama Fandy, bukan berarti Fandy akan menjadi milikku.
Keesokan harinya, aku masuk sekolah seperti biasa. Walaupun hanya untuk bermain dan bertukar sedikit pikiranku dengan sahabatku. Aku pun menceritakan kesedihanku kepadanya. Dia pun memberi beberapa saran tentang kepedihanku saat ini.
“Icha, aku kesel banget sama mereka.. Emang salahya kalau suka sama Fandy?” tanyaku.
“Enggak salah sih, tapi mungkin mereka terlalu berlebihan menanggapi perasaanmu ke Fandy. Karena mungkin Rina takut kehilangan Fandy karena kamu.” jawabnya.
“Terus aku harus gimana?” tanyaku lagi.
“Ya diemin aja, nanti mereka juga akan diam. Kamu gak usah marah kemereka, kan kamu gak salah.” sarannya.
“Makasihya Ca, atas sarannya.” senyumku.
“iya sama-sama.” senyumnya juga.
Setelah puas berbincang-bincang dengan Icha, dan jam sekolah sudah selesai akudan Icha pun pulang ke rumah. Dan kami tinggal menunggu hasil UN yang hanya tinggal hitungan hari.
Hari yang menegangkan pun datang. Hari ini, aku harus mengambil nilai UN ku. Sangat menegangkan tapi harus kulewati. Mungkin jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya. Ketika aku ingin melihat nilaiku, tiba-tiba mataku tak sengajaga melihatnya. Fandy tepat disebelahku, disebelah kananku. Jantungku makinberdetak, makin kencang atau mungkin sangat kencang. Melihat keberadaanku, Fandy pun menyapa.
“Eh Indah,dapat nem berapa?” tanyanya padaku.
“Bentar ya gue liat dulu. Nem gue 27,55. Lo sendiri?” tanyaku sambil berusaha melemahkan detak jantungku saat bersamanya.
“26,50” jawabnya.
“Oh” kataku sambil menganggukan kepalaku.
“Iya. Duluan ya..” jawabnya terakhir.
Lalu aku menceritakan hal itu kepada Icha, aku melihat sekeliling ku dan mencari Icha. Dan ahkirnya aku menemukan Icha, ia sedang duduk dikursi kosong. Aku menghampirinya dan duduk disebelanya. Aku pun menceritakan apa yang telah aku alami tadi.
“Tau gak Ca, seneng banget loh aku.” Kataku bersemangat.
“Cieee” goda Icha. Tak berapa lama, tiba-tiba Fandy datang menghampiri kami. Kami dan Fandy berbincang-bincang sedikit.
“Siapa yang lagi seneng?” tanya Fandy.
“Indah tuh yang lagi seneng.” Jawab Icha sambil senyum-senyum kepadaku.
“Apaan sih Ca, kok jadi aku..” jawabku malu.
“Seneng kenapa? Dapet nem 27,55 ya?” tanya Fandy.
“Hhmm.. Iya” jawabku bohong.
“Ohh. Ciee.. Iya deh yang dapet nem tinggi. Aku ke kantin dulu ya..” Jawabnya.
“Oke..” jawabku dan Icha singkat.
Aku pun melanjutkan perbincanganku dengan Icha yang tertunda. Setelah ia selesai mendengarkan ceritaku, Icha tersenyum kepadaku. Aku jadi ingin terbang melayang keudara meskipun aku tahu aku tidak akan bisa terbang keudara.
Keesoknya adalah pesta perpisahan. Banyak orang yang datang. Wajah mereka semua tampak sangat senang, walapun tidak sedikit yang bersedih karena nem mereka yang rendah. Banyak orang lalau lalang untuk bersiap mengisia cara. Acara yang seru namun membuatku sedih. Tapi aku berusaha tersenyum melaluinya.
Acara pun dimulai, orang-orang mulai bersorak seolah ikut mewarnai acara itu. Aku berdesak-desakan dengan orang banyak yang ikut menonton. Band pengisi acara mulai menyanyikan lagunya. Orang-orang berteriak makin kencang. Tak sadar aku melihat sosok Fandy, ternyata ia berada tak jauh dariku. Entah mengapa walaupun sedikit jauh tapi aku tetap bisa melihatnya dengan jelas. Dia tersenyum. Senyuman yang tak terlupa. Walapun aku tak bisa mengapainya dan hanya melihatnya dari jauh. Aku sudah sangat senang.
“Mungkin ini hari terahkir kumelihatnya, melihat senyumnya yang mungkin tak bisa kulihat lagi. Kenangan pada pandangan terahkir melihatnya. Melihat sosoknya yang aku sukai. Mungkin aku tak akan bertemunya lagi, atau mungkin aku tak dapat melihatnya lagi. Inilah ahkir kisah kudengannya” batinku.
Sungguh, aku tak percaya harus berpisah dengannya. Aku terus meyakinkan diriku bahwa ini bukanlah ahkir. Ini hanya sedikit cerita yang telah mewarnai hidupku. Mungkin tak seindah kisah yang lain. Namun sangat berarti untukku. Kini aku hanya bisa mengenangnya, mengenang setiap jangkal kisah ini. Aku yakin suatu saat nanti cinta mempertemukan kita. Karena cinta kan membawa mu pulang.
No comments:
Post a Comment